KARAWANG Media Barata Com | Polemik tindakan pemecatan Lima Pengurus PCNU terus bergulir Wakil Rais Syuriyah PCNU Karawang, KH Nunu Ahmad Faridz, menolak Pemecatan lima pengurus PCNU Karawang yang di lakukan oleh Deden Permana, selaku ketua PCNU dalam rapat Pleno Syuriyah dan Tanfidziyah 28 April 2025, sebagaimana tertuang dalam Surat Nomor 48/PC.01/A.I.02.44/1119/04/2025.
Pemecatan kepada lima pengurus yaitu Abdul Majid (Wakil Ketua), Ahmad Nahrowi (Wakil Sekretaris), Yopi Kurniawan (Wakil Sekretaris), Jaa Maliki (‘Awan) dan Nurali (‘Awan), sangat tidak mendasar, tidak memiliki argumentasi yang kuat dan cacat hukum, ungkap kiai Nunu di Pondok Pesantren Al-Hasyim Pakisjaya, Minggu (18/05/2025).
“Kalo pemecatan alasannya karena tidak aktif, masih banyak pegurus lain yang tidak aktif, sepengetahuan saya justru lima orang tadi itu merupakan pengurus aktif, bahkan beberapa kerja mereka begitu signifikan, seperti mereka menjadi tim pembentukan pengurus MWCNU 30 Kecamatan, mereka juga merupakan tim kepanitiaan PD PKPNU pertamakali di Karawang, bahkan mereka pernah di berikan tugas langsung oleh PBNU untuk memverifikasi dan penertiban Aset Wakaf NU di Karawang”. Tambahnya.
Kiai Nunu pun menjelaskan, banyak keaktifan mereka lainnya, sebelum Deden menyeret PCNU karawang masuk kedalam urusan politik praktis, mendukung salah satu pasangan calon pada pilkada karawang 2024, yang membuat internal organisasi tidak lagi sehat.
Kiai Nunu pun memaparkan bahwa Rapat pleno tersebut hanya di hadiri tidak lebih dari lima belas persen pengurus, padahal Perkum mengatur harus di hadiri setengah lebih satu dari jumlah pengurus harian artinya rapat ini tidak memenuhi kuorum seperti yang di atur dalam Perkum NU tentang Tatacara Rapat BAB IX pasal 21.
“Pemecatan lima pengurus merupakan bentuk arogansi deden memimpin PCNU Karawang, padahal Dia (deden) jadi ketua PCNU itu hasil pelimpahan dari H.Jenal Aripin yang saat itu mengundurkan diri, Artinya deden jadi ketua itu bukan hasil pemilihan mayoritas MWCNU, harus tau diri”.
Di tempat terpisah, Ahmad Nahrowi mengungkapkan, sebagai sebuah organisasi, tentunya ada tahapan yang harus ditempuh sebelum diambil keputusan pemecatan, seperti dikeluarkannya surat teguran atau peringatan apabila seorang pengurus melakukan kesalahan organisasi, selanjutnya dilakukan proses tabayun (klarifikasi) untuk mengetahui fakta kesalahan yang sebenarnya, setelah itu baru dapat diambil keputusan. Bukan sebaliknya di pecat dulu baru di minta tabayyun, ini namanya kebelinger tidak faham mekanisme organisasi.
“Saat ini kami sedang menempuh jalur organisasi dengan mengirimkan surat pembelaan ke PBNU dan meminta PBNU agar menganulir hasil rapat tersebut”. Pungkasnya ***rip